Rusa sebagai hewan ternak rasanya
sangat mungkin untuk dikembangkan.
Pengembangan komoditas baru
tentu harus disesuaikan faktor-faktor fisiologi, biofisik dan sosial ekonomi yang
merupakan sumber keunggulan wilayah (Simatupang et al. 2004).
Tulisan kali ini adalah
tentang rusa, apakah layak dijadikan sebagai hewan ternak ? Simak ulasan
berikut yang pernah tayang di www.infoternak.com
Rusa merupakan salah satu
alternatif sebagai hewan yang mempunyai potensi untuk ditingkatkan statusnya
mengingat ketersediaannya yang meluas hampir di setiap pulau di Indonesia dan
rendahnya kandungan lemak dalam venison (dagingnya) serta keunggulan lain
berupa hasil ikutan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Rusa timor (Cervus timorensis)
sebagai hewan endemik Indonesia yang beriklim tropis ternyata mampu bertahan
hidup di daerah dengan empat musim.
Hewan ini juga memiliki
beberapa keunggulan sebagai hewan ternak, antara lain memiliki adaptasi
yang tinggi, dan tingkat pengembangbiakan yang baik. Produk dagingnya memiliki
keunggulan, yaitu kandungan lemak dan kandungan kolesterol yang lebih rendah
daripada daging sapi.
Mengingat berbagai
keungggulannya itu, maka perlu dilakukan usaha penangkaran rusa timor sekaligus
melakukan penelitian untuk menemukan koefisien teknis bagi Rusa Timor untuk
kepentingan konservasi, dan dalam bentuk usaha komersial.
Selama belum ada usaha-usaha
budidaya selama ini pula kelangsungan hidup rusasemata-mata hanya
tergantung pada kebaikan alam (on forest potensials). Tidak mustahil akan
menjadi fauna yang langka seiring dengan eksploitasi hutan yang tidak
terkendali, apalagi pada tahun 2002 sekitar 7000 ekor rusa atau setara 524.5
ton, diburu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk dikonsumsi dagingnya
secara tidak terkendali.
Untuk mengatasi kondisi
tersebut dan memenuhi permintaan masyarakat akan daging rusa yang
terus meningkat, maka diperlukan usaha untuk meningkatkan populasi rusa dengan
menerapkan metode-metode pembudidayaan yang baru. Pada tahun 90-an Pemerintah
Daerah Propinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Peternakan melakukan upaya-upaya
tersebut, diantaranya dengan melakukan penangkaran rusa.
Penangkaran rusa bersifat
melestarikan jenis rusa dari kepunahan, menyelamatkan plasma nuftah specific
rusa sambar sekaligus sebagai awal domestikasi untuk dapat membudidayakan dan
dimanfaatkan seperti ternak lainnya.
Bahkan dibeberapa Negara
ternak rusa sudah menjadi industry yang kuat sebagai komoditi ekspor mereka.
Karekteristik Rusa Rusa sambar (Cervus unicolor brookei) termasuk golongan
ruminansia yang lain, yaitu mempunyai ketajaman pendengaran, penciuman,
kecepatan melompat dan berlari yang cukup tinggi serta tidak punya kantong
empedu.
Pada umur dewasa berbadan
besar, tungkai panjang, hidung gelap, dan suara melengking nyaring. Umumnya
berwarna hitam kecoklatan dan cenderung coklat ke abu-abuan atau kemerahan,
warna gelap sepanjang bagian atas. Bobot rusa sambar dewasa (10-12 bulan),
betina 40-50 kg dan jantan 50-60 kg, panjang badan berkisar 1,5 m dan tinggi
badan 1,4-1,6 m, bobot lahir 3-4 kg dan disapih umur 6 bulan.
Dewasa kelamin umur 1-1,5
tahun. Perkawinan alami secara umum berkisar antara bulan Juli sampai September
masa bunting(35 hari atau 7-8 bulan dan calving interval 10-12 bulan). Pada
saat akan melahirkan rusa selalu mencari tempat yang aman seperti semak-semak.
Anak akan bersembunyi selama 1-2 minggu kemudian bergabung dengan kelompok.
Anak yang lahir dengan
mendapat perlakuan yang baik akan menunjukkan sifat yang lebih jinak. Sementara
itu, pertumbuhan tanduk hanya pada rusa jantan, tumbuh pada umur 14 bulan.
Tanduk pertama hanya berbentuk lurus dan akan bercabang pada tumbuh tanduk
berikutnya.
Tanduk akan lepas pada umur
10-12 bulan setelah tumbuh selanjutnya akan tumbuh kembali. Rusa betina yang
sedang bunting tua kadang-kadang bersifat agresif dan bisa membahayakan
demikian juga rusa jantan bersifat agresif pada saat tanduk mulai mengeras dan
musim kawin.
Sebenarnya pengembangan rusa
di Indonesia sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan. Kelompok pertama
menganggap rusa termasuk golongan satwa langka yang harus dilindungi, sehingga apabila
dilakukan pengembangan secara komersial akan menyebabkan kepunahan. Kelompok
kedua, justru menganggap rusa merupakan hewan dengan nilai ekonomi yang tinggi,
karena Rusa mempunyai potensi produksi daging yang tinggi dengan sifat yang
empuk, rasa spesifik, rendah kalori dan rendah kolesterol.
Konsumennya masyarakat tingkat
menengah keatas selain daging, maka kulitnya, tanduk (antler), tulang velwet
(tanduk muda) bermanfaat; semuanya bisa dipasarkan di dalam negeri maupun
ekspor (tidak diatur CITES). Hidup rusa suka berkelompok, mudah
beradaptasi dalam segala lingkungan / iklim dan cepat berkembang biak serta
efisien dalam penggunaan pakan untuk diubah sebagai daging; lebih efisien
daripada ternak sapi. Sehingga perlu dikembangkan secara komersial untuk
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Kelompok ini berdalih,
pengembangan secara komersial justru dapat menjaga rusa dari kepunahan. Selain
itu, hal ini juga merupakan salah satu bentuk diversifikasi pangan, dimana peternakan juga
sangat menentukan dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut, sehingga
ketahanan pangan tidak lagi diartikan sebagai ketersediaan dan kecukupan
pangan, tetapi kecukupan protein hewani dan pangan lainnya sesuai dengan Pola
Pangan Harapan (PPH). Untuk memperoleh solusi optimal dalam pengembangan
budidaya rusa, perlu dipertimbangkan daya dukung dan tetap memperhatikan
pengembangan untuk tujuan konservasi.
Dari hasil penelitiannya
menyimpulkan, pengembangan rusa timor dalam bentuk usaha komersial
mampu memberikan keuntungan yang cukup besar dari hasil penjualan rangga muda,
rangga tua, penjualan hewan hidup, penjualan tiket rekreasi, serta
mampu menurunkan biaya untuk membayar tenaga kerja dan biaya untuk perawatan
rusa selama kurun waktu 18 masa panen. Besarnya keuntungan yang diperoleh
rata-rata mencapai 100% dari sasaran yang diharapkan. Pengembangan rusa untuk
menghindari kepunahan di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan tujuan
ganda, yaitu gabungan usaha konservasi dan usaha komersial.
Tidak hanya keuntungan
finansial saja, tetapi keuntungan ekonomi yang lebih luas, seperti penyerapan
tenaga kerja bagi bagi masyarakat, rekreasi, dan keuntungan yang diperoleh dari
penjualan beberapa komoditi rusa yang cukup potensial. Pengembangan
usaha ini, perlu kebijakan berupa: (a)perluasan areal (b)sosialisasi pada
masyarakat untuk pengembangan rusa dengan tujuan ganda (c)penetapan peraturan
pemerintah mengenai budidaya hewan ini (d) publikasi mengenai tempat
wisata, dan sebagainya. Disarankan, infrastruktur hukum sebagai kendala utama
harus segera mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah, untuk mengubah opini
masyarakat tentang usaha budidaya rusa di Indonesia.
Sebagai aset komoditi
peternakan yang dapat beredar secara terbuka, diperlukan juga penataan pasar
dalam mengembangkan usaha budidaya rusa timor secara komersial. Sebelum
keluarnya PP No.7/1999 rusa tidak termasuk jenis yang dilindungi,
malinkan sebagai satwa bekeru, penangkapannya diatur melalui undang-undang
perburuan dan bebas sebagai satwa piaraan.
Masyarakat bisa memeliharanya
dalam bentuk ranching (penggembalaan atau peternakan ekstensif) atau ½ insentif
(pengandangan dam poddock-poddock). Kita bisa menghitung berapa ratus ribu
populasi rusa di Indonesia dan apabila 10% saja yang dimanfaatkan, betapa besar
daging rusa tersedia mengisi kekurangan daging sapi yang harus kita impor.
Peternakan rusa mempunyai masa depan yang baik, karena daging rusa mempunyai
potensi besar untuk dipasarkan, baik didalam maupun diluar negeri dengan
spesifikasi kadar lemak rendah, rasa khas dan dipercaya dapat meningkatkan
kesehatan, stamina, selain itu juga dari hasil rusa ini berupa tanduk, testis,
ekor dan lain-lain dapat digunakan sebagai bahan pengobatan tradisional China
dan punya potensi dipasarkan secara lokal bahkan ekspor.
Melihat potensi tersebut,
ternak rusa mempunyai prospek yang menarik untuk dikembangkan sebagai komoditi
unggulan baru di wilayah Kalimantan, Jawa, dan Papua pada bidang peternakan
kemudian bisa diusahakan ke arah agribisnis dan agroindustri bahkan sangat
dimungkinkan untuk dikembangkan ke arah pengembangan agrowisata sebagai salah
satu obyek wisata baru.
http://www.infoternak.com